Patriotisme dan Cinta Tanah Air

Pembicaraan tentang patriotisme dan cinta tanah air ini dapat memberikan semangat dan dorongan pembaca untuk lebih mengenal dan menyelami rasa kebangsaan, selanjutnya membina rasa kebangsaan terhadap bangsa dan negaranya.

Lirik lagu Iwan Fals yang bertemakan patriotisme dan cinta tanah air dapat dijumpai dalam lirik lagu ‘Bangunlah Putra-Putri Ibu Pertiwi’ (SM), ‘Siang Pelataran SD Sebuah Kampung’ (Sb.), ‘Lancar’ (LKT), dan ‘Kereta Tua’ (LKT).

Dari kelompok lagu ini, yang menarik untuk dibicarakan adalah lirik lagu yang berjudul ’Bangunlah Putra-Putri Ibu Pertiwi’ dan ’Siang Pelataran SD Sebuah Kampung’.

Bangunlah Putra Putri Pertiwi
Iwan Fals ( Album Sarjana Muda 1981)

Sinar matamu tajam namun ragu
Kokoh sayapmu semua tahu
Tegap tubuhmu tak kan tergoyahkan
Kuat jarimu kala mencengkeram

Bermacam suku yang berbeda
Bersatu dalam cengkerammu

Angin genit mengelus merah putihku
Yang berkibar sedikit malu malu
Merah membara tertanam wibawa
Putihmu suci penuh karisma

Pulau pulau yang berbencar
Bersatu dalam kibarmu

Terbanglah garudaku
Singkirkan kutu kutu di sayapmu
Berkibarlah benderaku
Singkirkan benalu di tiangmu
Hei jangan ragu dan jangan malu
Tunjukkan pada dunia
Bahwa sebenarnya kita mampu

Mentari pagi sudah membumbung tinggi
Bangunlah putra putri ibu pertiwi
Mari mandi dan gosok gigi
Setelah itu kita berjanji

Tadi pagi esok hari atau lusa nanti

Garuda bukan burung perkutut
Sang saka bukan sandang pembalut
Dan coba kau dengarkan pancasila itu
Bukanlah rumus kode buntut
Yang hanya berisi harapan
Yang hanya berisi khayalan

Pada bait pertama, yang dimaksud dengan ‘sinar matamu’, ‘kokoh sayapmu’, ‘tegap tubuhmu’, dan ‘kuat jarimu’, adalah anggota tubuh dari seekor burung garuda, yang merupakan lambang Negara Republik Indonesia.

Burung garuda yang dilambangkan sebagai burung perkasa, merupakan penggambaran keadaan negara Indonesia sebagai negara kesatuan meskipun terdiri dari bermacam suku bangsa. Bait kedua pada bendera kebangsaan negara Indonesia. Warna merah yang membara merupakan lambang kewibawaan, dan putih yang suci penuh dengan kharisma. Kibar bendera tersebut dikatakan dapat mempersatukan negara Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau. Bait pertama dan kedua ini merupakan pengantar tentang negara kesatuan Republik Indonesia, lewat penggambaran fisik burung garuda dan bendera Merah Putih.

Bait ketiga dan keempat merupakan anjuran dan ajakan, untuk berkarya dan membangun negara Indonesia. Segala rintangan dan hambatan yang digambarkan dengan ‘kutu’ dan ’benalu’, bukan alasan untuk tidak berkarya.

Frase ‘mentari pagi sudah membumbung tinggi’, mempunyai arti bahwa sudah tiba saatnya untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan tanpa harus menunda waktu lagi. Yang dimaksud dengan ‘mari mandi dan gosok gigi’, adalah suatu tindakan atau persiapan yang harus dilakukan apabila akan melakukan suatu aktivitas. Dengan demikian, yang diperlukan dalam membangun negara Indonesia ini adalah suatu tindakan nyata tanpa perlu banyak teori. Hal ini ditegaskan dalam bait kelima dalam kata-kata ‘garuda bukan burung perkutut’, ‘sang saka bukan sandang pembalut, dan ‘Pancasila itu bukanlah rumus kode buntut’. Sila-sila dalam Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kesatuan Republik Indonesia bukanlah suatu hafalan kata-kata, terapi harus direalisasikan dengan tindakan yang nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Jadi, lirik lagu ini memberikan gambaran tentang tugas seorang warga negara sebagai anggota masyarakat yang mempunyai kewajiban membangun negaranya melalui bidang dan keahlian masing-masing.

Patriotisme dan rasa cinta tanah air digambarkan dengan gaya yang lain lewat lirik lagu berikut.

Siang Pelataran SD Sebuah Kampung
Iwan Fals ( Album Sumbang 1983 )

Sentuhan angin waktu siang
Kibarkan satu kain bendera usang

Di halaman sekolah dasar
Di tengah hikmat anak desa nyanyikan lagu bangsa
Bergemalah

Tegap engkau berdiri walau tanpa alas kaki
Lantang suara anak anak disana

Kadar cinta mereka tak terhitung besarnya
Walau tak terucap namun bisa kurasa
Bergemalah

Ya ha ha hau
Harapan tertanam
Ya ha ha hau
Tonggak bangsa ternyata tak tenggelam

Dengarlah nyanyi mereka kawan
Melengking nyaring menembus awan
Lihatlah cinta bangsa di dadanya
Peduli usang kain bendera

Lirik lagu ini menggambarkan patriotisme dan rasa cinta tanah air dari sekelompok kecil anggota masyarakat yang kadang-kadang terlepas dari perhatian umum. Kata-kata ‘kain bendera usang’, ‘sekolah dasar’, ‘anak desa’, ‘dan tanpa alas kaki’, menggambarkan bentuk keterbatasan secara fisik dan material. ‘Bendera usang ‘, ‘anak desa’, ‘dan tanpa alas kaki’ memberikan imajinasi kemiskinan dan keterasingan di tengah modernisasi jaman. Anak-anak sekolah dasar yang jauh dari teori-teori kebangsaan, penataran-penataran, dan pengertian hak serta kewajiban seorang warga negara, justru memilki ketulusan dan kemurnian dalam mencintai negaranya.

Nyanyian mereka digambarkan melengking dan nyaring menembus awan, membuktikan berapa besar rasa cinta kepada bangsa dan negaranya tanpa peduli sarana yang serba terbatas.

Frase ‘harapan tertanam’, dan ‘tonggak bangsa ternyata tak tenggelam’ pencerminan rasa optimis tentang generasi penerus bangsa di masa mendatang.

Meskipun sama-sama berbicara tentang patriotisme dan cinta tanah air, terdapat perbedaan makna antara contoh lirik lagu yang pertama dengan contoh lirik lagu yang kedua.

Pada contoh lirik lagu pertama yang berjudul ‘Bangunlah putra-Putri Ibu Pertiwi’ merupakan himbauan dan ajakan, dan lirik lagu kedua yang berjudul ‘Siang Pelataran SD Sebuah Kampung’ merupakan suatu bahan untuk renungan dan pemikiran tentang sikap seorang warga negara terhadap bangsa dan negaranya.

0 Comments:

  • :))
  • ;))
  • ;;)
  • :D
  • ;)
  • :p
  • :((
  • :)
  • :(
  • :X
  • =((
  • :-o
  • :-/
  • :-*
  • :|
  • =))
  • 8-}
  • :-L
  • b-(
  • :-t
  • x(
  • :)]
  • ~x(
Post a Comment


Recent Post

Welcome

To My Personal Online Home. This Site Features My Blog, Wallpapers, Lyrics, Tutorial, Software...
Thank's To Visit My Site

Recent Visitors

Recent Comments

Copyright © 2008 Amboeradoel Camp | Fanotti