Cinta antara seorang pria dan wanita pada taraf yang lebih serius, tetapi belum ada ikatan secara hukum dan formal dapat dijumpai dalam lirik lagu "Asmara Tak Secengeng Yang Kau Kira" (Sb.), "Antara Aku, Kau, dan Bekas Pacarmu" (Op.), "Maaf Cintaku" (Sg.), "Yayayaohya" (ASK), "Yang Terlupakan" (SM), "Jangan Tutup Dirimu" (ASK), "Entah" (Eyh.), dan "Aku Antarkan" (STF).
Cinta antara laki-laki dan perempuan yang sudah serius sehingga sudah menuju pada tali perkawinan, disampaikan lewat lirik lagu yang berjudul ‘Yakinlah’ (LKT), ‘CIK’ (STP), ‘Sebelum Kau Bosan’ (Eth.), ’14-4-1984’ (Eth.), ‘Nona’ (MD), ’22 Januari’ (SM), dan ‘Damai Kami Sepanjang Hari’ (STP).
Dari ketiga tingkatan tentang cinta ini, gaya penyampaian dan kata-kata yang digunakan berbeda-beda sebagai cerminan makna cinta dari masing-masing tingkatan tersebut.
Pada tingkatan yang pertama, lebih bergaya main-main dan kata-kata yang dipilih menimbulkan kesan seenaknya. Hal ini karena cinta pada masa remaja cenderung bersifat emosional, dan belum memikirkan adanya ikatan secara formal sebagai konsekuensi adanya percintaan tersebut.
Pada tingkatan kedua, pembicaraan tentang cinta sudah lebih mendalam dan mulai menyangkut perasaan, tetapi kadang-kadang masih terkesan emosional. Lain halnya dengan cinta pada tingkatan ketiga, yaitu percintaan yang sudah mengarah pada ikatan secara formal, atau biasa disebut dengan perkawinan. Kata-kata yang dipilih dan gaya penyampaiannya lebih serius sehingga memerlukan suatu perenungan untuk memahaminya. Hal ini merupakan simbol bahwa cinta pada taraf ini sudah merupakan pengendapan perasaan dan emosi dengan melewati beberapa proses.
Lirik lagu yang berjudul ‘Guru Zirah’ (WR), menceritakan seorang murid yang jatuh cinta kepada gurunya. Cinta yang ada dalam lagu ini adalah cinta yang hanya melihat faktor fisik saja, dalam hal ini kecantikan lahiriah.
Guru Zirah
Iwan Fals ( Album Wakil Rakyat 1987 )
Dia cantiknya guru muda kelasku
Zirah namamu asli cangkokan Jawa
Busana biasa saja
Ramping kau punya pinggang
Tahi lalatmu genit nangkring di jidat
Goda batinku kilikitik imanku
Pantatmu aduhai
Bagai salak raksasa
Merah bibirmu bukan polesan pabrik
Mulus kulitmu tak perlu lagi ke salon
Betismu bukan main
Indah bak padi bunting
Tidur pun aku tak nyenyak
Sebelum aku sebutkan
Namamu
Guru Zirah bodi montok
Rasanya ingin punya bank
Tuk traktir engkau seorang
Impianku
Guru Zirah bodi montok
Baru melihat kaki ibu melangkah
Hati didalam dag dig dug mirip beduk
Apalagi he he he
Tak kan kuat ku berdiri
Zirah guruku ibu manis bak permen
Berilah les privat agar otakku paten
Hadiahku tas plastik
Boleh pesan di butik
Tidur pun aku tak nyenyak
Sebelum aku sebutkan
Namamu
Guru Zirah bodi montok
Rasanya ingin punya bank
Tuk traktir engkau seorang
Impianku
Guru Zirah VeWe Kodok
Kalau setuju kita bolos sehari
Bohong sedikit mungkin Tuhan tak marah
Asmara tak bedakan
Aku murid kau guru
Kebun binatang lokasi yang ideal
Murah meriah ongkos buat pacaran
Ku tahu gaji ibu
Hanya cukup untuk beli tahu
Tidur pun aku tak nyenyak
Sebelum aku sebutkan
Namamu
Guru Zirah bodi montok
Rasanya ingin punya bank
Tuk traktir engkau seorang
Impianku
Guru Zirah VeWe Kodok
Dari bait pertama sampai terakhir hanya didominasi oleh kata-kata pujian tentang kecantikan seorang guru bernama Zirah, yang membuat ‘aku’ dalam lirik lagu tersebut jatuh cinta. Kata-kata yang dipilih terkesan main-main sehingga cinta murid tersebut sebenarnya hanya merupakan fantasi saja karena tidak dijelaskan tentang tanggapan guru Zirah tersebut. Kata-kata ‘jidat’, ‘kilikitik’, ‘bunting’, merupakan bahasa yang biasa dipakai oleh para remaja dalam pergaulan sehari-hari.
Gaya penyampaian lirik lagu ini menunjukkan bahwa rasa cinta yang ada tidak begitu mendalam. Bahkan, dilihat dari kata-kata yang berisi pujian kecantikan guru Zirah tersebut, bisa dikatakan yang dikatakan murid tersebut sebenarnya bukan perasaan cinta, tetapi hanya merupakan fantasi seksual dari seorang remaja yang sedang mengalami masa puber.
Pada tingkatan yang kedua, arti cinta lebih meluas lagi. Pada taraf ini cinta mulai memperhatikan tentang sesuatu hal yang menyangkut perasaan meskipun kadang-kadang masih terkesan emosional.
Asmara Tak Secengeng Yang Aku Kira
Iwan Fals ( Album Sumbang 1983 )
Bekas tapak tapak sepatu
Yang kupakai selalu ikuti
Kemana ku berjalan
Debu dan keringat
Yang ada diatas kulit tubuh ini
Saksi bisu bahwasannya
Tak mudah dan tak segampang
Yang selama ini aku sangka tentang asmara
Cermin di segala tempat
Sahabat terdekat
Tak pernah terlambat
Menampung setiap ungkapan
Mendekap semua keluhan
Meraih suka
Menangkap tawa
Merebut duka
Satu cerita dua manusia
Terlibat dalam amuk asmara
Satu cerita yang memang ada
Tak mungkin mati jelas abadi
Selama manusia hidup dalam alam ini
Maafkan kalau ku salah duga
Ternyata asmara itu
Tak mudah tak gampang dan tak secengeng
Yang kukira yang kusangka
Cinta dalam taraf ini sudah mulai mulai mengarah pada perasaan dan ungkapan hati antara dua manusia yang berlainan jenis. Frase ‘menampung setiap ungkapan’, ‘mendekap setiap keluhan’, ‘meraih suka’, ‘menangkap tawa’, dan merebut duka, menunjukkan bahwa dua orang yang saling berbagai rasa, saling menerima dan memberi. Kata-kata yang digunakan dalam lirik lagu tersebut juga merupakan simbol tentang makna cinta dalam tingkatan ini. Kesan main-main dan seenaknya seperti pada contoh lirik lagu ‘Guru Zirah’, tidak ditemukan dalam lirik lagu ini.
Tingkatan yang terakhir tentang cinta, adalah cinta dua manusia yang sudah mengarah pada ikatan secara formal atau sebuah perkawinan. Pada taraf ini perasaan cinta terkesan sudah mengendap, sehingga segala yang bersifat emosional cenderung dikesampingkan.
Yakinlah
Iwan Fals ( Album Lancar 1987 )
Nyanyikanlah lagu indah
Hanyalah untukku
Saat temaram datang ketuk hati
Tolong kau dendangkan
Usaplah nurani
Agar tak kelam
Sekali lagi kuminta
Coba kau nyanyikan
Semoga dapat kurasa ikhlasmu
Pasti kan kudengar
Pasti kuresapi
Kasih yakinlah
Bukan ku tak mau mengalunkan laguku
Kutakut menyakiti telingamu
Bukan aku enggan memainkan gitarku
Sebab cinta bukan hanya nada
Kalau kita saling percaya
Tak perlu nada tak perlu irama
Berjalanlah hanya dengan diam
Sekali lagi kuminta
Coba kau nyanyikan
Semoga dapat kurasa ikhlasmu
Pasti kan kudengar
Pasti kuresapi
Kasih yakinlah
Bukan ku tak mau mengalunkan laguku
Kutakut menyakiti telingamu
Bukan aku enggan memainkan gitarku
Sebab cinta bukan hanya nada
Kalau kita saling percaya
Tak perlu nada tak perlu irama
Berjalanlah hanya dengan diam
Melangkahlah hanya dengan diam
Makna cinta pada taraf ini tidak hanya sekedar rayuan dan kata-kata manis, seperti dikatakan dengan ‘nyanyikanlah lagu indah hanyalah untukku’ dan ‘cinta bukan hanya nada’. Hal ini mengandung arti, bahwa seseorang yang sedang jatuh cinta biasanya mengesampingkan kenyataan yang sedang dihadapi, seperti yang biasa disebut dengan istilah ‘cinta buta’. Frase ‘berjalanlah hanya dengan diam’, mengandung makna bahwa dalam percintaan tidak perlu janji-janji manis, tetapi memerlukan tindakan yang nyata sebagai realisasi perasaan cinta tersebut.
Selain itu, cinta memerlukan suatu pengertian, kepercayaan, kebersamaan, dan segala hal yang mencangkup aspek-aspek kehidupan. Dengan demikian, cinta tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata atau didefinisikan secara mutlak karena cinta itu sendiri menyangkut perasaan dan tergantung dari masing-masing orang yang mengalaminya.
0 Comments:
Post a Comment